MEDAN – MEDIAMASIP
Robert Tua Siregar Ph.D akademisi Universitas Prima Indonesia Medan mengatakan pada Kamis 13/9/22, bahawa perekonomian dunia tengah menghadapi badai yang sempurna atau perfect storm, Istilah ini diambil dari kombinasi dari beberapa jenis badai, seperti typhoon dan hurricane.”Perfect storm itu beberapa badai terjadi sekaligus.
Tampaknya skenario perfect storm ini yang makin terjadi dalam probabilitas ke depan,” Sebelumnya, IMF dan Bank Dunia (World Bank) kembali memperingatkan peningkatan risiko resesi global karena ekonomi maju melambat dan inflasi yang lebih cepat.
Kondisi tersebut memaksa Federal Reserve (The Fed) untuk terus menaikkan suku bunga serta menambah tekanan utang pada negara-negara berkembang. perfect storm yang melanda perekonomian global saat ini terjadi karena pelbagai akumulasi masalah. Misalnya, tingginya angka inflasi yang bahkan di negara-negara maju memecahkan relor dalam periode 30-40 tahun terakhir, resesi, serta ketidakpastian akibat konflik geopolitik. “Kalau dulu dan bahkan sampai sekarang, kalau belajar teori ekonomi bagian yang ketiga itu tidak ikut diajarkan karena bukan dari bagian ekonomi mustinya, tapi ternyata itulah yang saat ini paling besar menyebabkan “ketidak pastian,”
Negara – negara besar saat menghadapi gejolak seperti Amerika Serikat, ekonomi terbesar di dunia, pasar tenaga kerja masih sangat kuat tetapi kehilangan momentum karena dampak dari biaya pinjaman yang lebih tinggi ‘mulai menggigit’ menurut Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Roda perekonomian di wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak.
Sementara itu, perlambatan ekonomi Cina juga terjadi karena kebijakan zero covid policy dan volatilitas di sektor perumahan.
Untuk itu bagaimana Indonesia menghadapinya? Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat menghadiri pembukaan World Conference on Creative Economy (WCCE) di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis 6 Oktober 2022.
Konferensi ekonomi kreatif internasional tersebut diharapkan dapat menghasilkan aksi strategis untuk ditindaklanjuti guna membangkitkan ekonomi dan memulihkan sektor ekonomi kreatif global. Untuk berhati-hati menghadapi krisis ekonomi global saat ini yang diakibatkan konflik geopolotik hingga pandemi itu membuat ekonomi 28 negara ambruk dan meminta tolong kepada Dana Moneter Internasional (IMF).
Ancaman juga muncul dari segi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini semakin berpengaruh terhadap inflasi dari harga produsen.
Dengan kondisi saat ini, kita harus bekerja ekstra keras, tidak bisa bekerja seperti biasa-biasa lagi di tengah gejolak krisis ini. Enggak bisa kita kerja sekadar rutinitas, enggak bisa sekarang ini. Bekerja makro, bekerja mikro, hanya bekerja detail yang bisa menyelamatkan negara kita.
Sebelumnya, IMF dan Bank Dunia (World Bank) kembali memperingatkan peningkatan risiko resesi global karena ekonomi maju melambat dan inflasi yang lebih cepat. Kondisi tersebut memaksa Federal Reserve (The Fed) untuk terus menaikkan suku bunga serta menambah tekanan utang pada negara-negara berkembang. Menurut Robert Tua Siregar Ph.D yang juga dosen Pascasarjana Univ Sumatera Utara.
Fluktuasi lonjakan harga semua komoditi yang terjadi tiba-tiba, di ikuti harga bahan bakar minyak (BBM) naik, harga beras langsung terkerek tentu hal ini menimbulkan ketidakpastian. Misalnya Dari satu karung atau sebanyak 50 kilogram beras, harganya meningkat hingga Rp 100 ribu. Pedagang pun terpaksa menerima kenaikan harga itu karena makin mahalnya biaya angkut dan kian menipisnya stok beras di gudang.
Jika dalam harga pasar yang sudah berlaku akan sulit melakukan normalisasi penurunan, tentu hal ini menjadi permasalahan makro ekonomi. Untuk itu pemerintah khususnya Daerah yang berhadapan langsung dengan masyarakat “Harus” melakukan Inovasi dalam penguatan ekonomi. “Jangan sampai pertumbuhan ekonomi yang lagi melonjak kembali jeblok.
Menurut Robert Tua Siregar Ph.D yang juga dosen Pascasarjana STIE Sultan Agung, Indonesia sebagai negara agraris, tentu memiliki potensi dalam mengahadapi “Badai Ekonomi”, namun jika tidak di dukung oleh inovasi pengambil kebijakan, hal ini tidak akan signifikan dalam solusi. peran sektor pertanian sebagai penyelamat ekonomi nasional tak terduga. Ini harus menjadi trigger bagi pengambil kebijakan bahwa sektor pertanian masih strategis dan jangan mengabaikan penguatan pertanian meskipun di balik peran krusial pertanian itu terdapat masalah lain.Pertanian itu sektor yang memasok kebutuhan perut kita, ada di dalamnya beras dan bahan pangan lainnya, maka jangan pernah mengabaikan sektor pertanian.
Sektor pertanian harus mendapat perhatian khusus dan jangan sekali-kali diabaikan. Sektor ini merupakan tempat bergantung bagi kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. 29.8% angkatan kerja kita bekerja di sektor pertanian tahun 2020. Sektor pertanian ini juga menghasilkan produk pangan yg menjadi pangan pokok kita.
Jika produksi pangan terganggu, bisa mendorong menaikkan harga, dan ini bisa menimbulkan instabilitas politik jika harga pangan naik. Dan jika kita impor, maka ada negara kita terindikasi kedaulatan pangan turun dan perut kita tergantung pada negara lain. Dukungan sector ini tentu dari sisi saprodi dan sarpras serta pasar yang sehat harus menjadi perhatian pemerintah.
Untuk daerah tentu hal ini perlu dilakukan kebijakan-kebijakan penguatan tata kelola ketersediaan sarprodi dan sarpras, perlu dilakukan inovasi pengganti khususnya untuk saprodi, tata kelola perlu di lakukan pengolahan komoditi untuk dapat nilai tambah dengan pengolahan sebagai komsumsi local, sehingga kebutuhan tidak lagi harus import dari luar negeri tetapi dapat dilakukan dari hasil pengolhan local, misalnya kebutuhan sandang dan pangan.
Perlunya keringanan regulasi serta dukungan penguatan UMKM yang secara seignifikan dirasakan dan memicu perputaran “Economic Fast” ditengah-tengah masyarakat. Tentu hal ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi inflasi.
Ayo berinovasi pemerintah sebagai operator jalannya perekonomian, lakukan tindakan-tindakan konkrit di tengah masyarakat secara massif untuk mengahadapi “Badai Ekonomi” yang sudah kita rasakan dan akan membesar, kata Robert Tua Siregar Ph.D yang juga dosen Pascasarjana Univ HKBP Nomensen Medan.
Robert Tua Siregar Ph.D adalah
Dosen Doktoral Manajemen Universitas Prima Indonesia Medan
Dosen Pascasarjana Univ.Sumatera Utara, STIE Sultan Agung, Univ HKBP Nomensen Medan dan Politeknik Pariwisata Negeri Medan.
Ketua Forum DAS Asahan Toba (rel)
Editor: Tohap Manurung,SH
Discussion about this post